BKKBN Ajak Ulama Dukung Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Ber-KB
Indonesia, negara kepualauan terbesar di dunia yang berada di wilayah Asia Tenggara. Dengan populasi 237,6 juta jiwa (hasil Sensus Penduduk 2010), saat ini Indonesia menyandang predikat negara dengan jumlah penduduk terbesar urutan ke empat di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Berbanding terbalik dengan jumlah penduduk, menurut catatan United Nations Development Program (UNDP) tahun 2011, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) negara kita justru berada di urutan 124 dari 187 negara yang disurvei dengan skor 0,617. Walaupun secara jumlah, IPM Indonesia mengalami kenaikan, namun kenaikan ini kurang signifikan dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia yang rupanya meroket kualitas IPM-nya.
Permasalahan kependudukan ini sebenarnya sudah lama menjadi perhatian pemerintah. Tahun 70-an Program Keluarga Berencana mulai diperkenalkan pada masyarakat Indonesia dan pada tahun 1980 mengalami perkembangan yang menggembirakan hingga saat ini. Tercatat 67,5% dari total Pasangan Usia Subur menjadi peserta KB aktif (Data Mini Survei Tahun 2011). Sebanyak 80 juta kelahiran tercegah di tahun 2000, dan meningkat menjadi 100 juta kelahiran, berhasil dicegah di tahun 2010 melalui program Keluarga Berencana.
Sayangnya, bila diperhatikan dengan seksama, masih ada ketimpangan gender antara pria dan wanita dalam mendukung program Keluarga Berencana (KB). Hampir seluruh peserta KB atau akseptor KB adalah perempuan atau istri. Peserta KB pria atau suami, khususnya yang menggunakan metode vasektomi atau Medis Operasi Pria (MOP) tercatat hanya sebesar 0,3% dari seluruh peserta KB di Indonesia (Data Hasil SDKI, 2007).
Menurut hasil studi, rendahnya keikutsertaan pria dalam Keluarga Berencana ini antara lain karena kurangnya pengetahuan dan informasi, kurangnya kesadaran, serta masih kurangnya sosialisasi yang jelas dan benar mengenai KB Pria jangka panjang vasektomi atau MOP. Padahal potensi KB pria ini bila dioptimalkan, diperkirakan dapat menge-rem Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia yang tahun 2010 masih 1,49%. Dengan kata lain, bila dikalkulasikan, kurang lebih 3 sampai 4 juta jiwa lahir di Indonesia tiap tahunnya, atau sekitar 10.000 bayi lahir setiap hari.
Menghadapi hal ini, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai badan yang diberi mandat menangani masalah kependudukan di Indonesia perlu dukungan dari seluruh kalangan masyarakat. Terlebih dukungan dari mitra kerja, khususnya tokoh agama yang senantiasa menjadi panutan masyarakat. Untuk itu, guna mendukung sosialisasi program KB khususnya mengenai vasektomi untuk dan oleh tokoh agama, pada tanggal 28 sampai 30 September 2012, BKKBN menggelar seminar nasional bertempat di Garden Palace Hotel Surabaya, Jawa Timur, bertajuk Seminar Eksekutif Peningkatan Kesertaan KB Pria untuk Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Program Keluarga Berencana.
Kepala BKKBN, Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA, yang membuka acara seminar ini, Jum’at malam (28/9), menyampaikan dalam sambutannya, bahwa kegiatan seminar ini merupakan hal yang langka. “Terakhir kali dilaksanakan kegiatan serupa tahun 70 atau 80-an. Dan setelah kurang lebih 25 tahun kemudian, baru kita adakan lagi,” jelasnya.
“Banyak dukungan para ulama dalam menjalankan program KB sampai saat ini, dan yang terakhir, yang telah kita lakukan bersama – sama, adalah dukungan terhadap upaya kita untuk mendorong agar vasektomi dapat dilaksanakan sebaik-baiknya. Terima kasih atas keputusan Majelis Ulama Indonesia yang sangat membantu pelaksanaan program KB di lapangan,” lanjutnya.
Kepala BKKBN ini menjelaskan, bahwa hasil pertemuan Ikatan Ahli Urologi Indonesia di Bogor beberapa waktu lalu, menghasilkan pernyataan bahwa vasektomi adalah suatu tindakan memotong dan mengikat saluran sperma dengan tujuan menghentikan aliran spermatozoa sehingga air mani tidak mengandung spermatozoa pada saat ejakulasi tanpa mengurangi volume air mani tersebut.
“Ini sesungguhnya sangat bersifat medis, jadi tolong bapak ibu, dalam membahas ini nanti dibahasakan dengan bahasa yang mudah dipahami,” pesan Sugiri.
Sementara itu Direktur Eksekutif UNFPA, Jose Ferraris, pada sambutannya menyampaikan, konsep peran serta pria dalam Keluarga Berencana sesungguhnya sangat luas. Isu ini pernah diangkat tahun 1994 dalam Konferensi Internasional mengenai Kependudukan dan Pembangunan di Kairo, yang menyebutkan bahwa upaya khusus harus dilakukan untuk meningkatkan keaktifan pria dalam bidang KB dan kesehatan reproduksi. Antara lain pria atau suami harus andil sebagai orang tua yang bertanggungjawab, concern terhadap kesehatan reproduksi termasuk KB, terlibat dalam pemeriksaan kehamilan, persalinan dan kesehatan anak, ikut bertanggungjawab dalam pencegahan infeksi menular seksual, dan kehamilan yang tidak diinginkan atau beresiko tinggi.
Masih menurut representatif UNFPA di Indonesia ini, banyak alasan medis untuk melibatkan suami dalam ber-KB khususnya vasektomi. Selain dapat menghindarkan resiko gangguan kesehatan pada wanita akibat penggunaan kontrasepsi hormonal jangka panjang, vasektomi yang saat ini menggunakan metode vasektomi tanpa pisau tanpa pisau termasuk prosedur yang relatif aman.
Di lain pihak, Sekjen Majelis Ulama Indonesia, KH. Ikhwan Syaam, saat memberikan sambutan mengharap, pertemuan ini dapat menjadi permulaan yang baik untuk memulai kerja besar yang menjadi tanggungjawab semua pihak.
“Mulai bulan Oktober,MUI akan menyelenggarakan Rakor Daerah yang dipusatkan di 7 tempat di Indonesia. Kami harap even ini dapat dimanfaatkan para pimpinan BKKBN sebagai forum sosialisasi bagi para ulama mengenai program Kependudukan dan Keluarga Berencana. Sehingga pemahaman ulama semakin komplit tentang masalah Kependudukan dan KB,” terangnya.
- Ikhwan Syam menambahkan, terkait implementasi masalah KKB, ada beberapa prinsip yang harus diingat para ulama, yaitu harus dijalankan dengan kesadaran penuh, tanggungjawab yang tinggi, bahwa masalah kependudukan dan kemaslahatan keluarga juga menjadi tanggungjawab ulama, tetapi ulama juga harus bekerja dengan hati-hati agar tidak menimbulkan missleading.
Turut hadir dalam pembukaan seminar, Inspektur Utama BKKBN; Dra. Mieke Selfia Sangian, Deputi Bidang KSPK; Dr. Sudibyo Alimoeso, MA, Deputi Bidang ADPIN; Drs. Hardiyanto, Deputi Bidang KBKR; dr. Julianto Witjaksono AS., MGO., Sp.O.G., K.FER danWakil Gubernur Jawa Timur, Syaifullah Yusuf.
Seminar ini menghadirkan kurang lebih 200 peserta antara lainKetua Majelis Ulama Indonesia (MUI) dari 33 provinsi, tokoh ulama, Perwakilan Forum Antar Umat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera dan Kependudukan (FAPSEDU), Kepala Perwakilan BKKBN dari 33 provinsi, Perwakilan dari United Nations Population Fund (UNFPA), dan Kepala SKPD KB serta Ketua MUI kabupaten kota se Jawa Timur.
Materi yang diketengahkan, antara lain Ancaman Bahaya Ledakan Penduduk, Vasektomi dan Rekanalisasi, Hak dan Keinginan Wanita dalam KB, Testimoni Akspetor KB Vasektomi dan Rekanalisasi serta Perubahan Fatwa MOP.
Sekilas tentang MOP atau vasektomi, pada prinsipnya vasektomi adalah memotong saluran sperma pria. Tujuannya untuk mencegah terjadinya pertemuan cairan sperma dan sel telur, sehingga kehamilan dapat dicegah. Saat ini metode vasektomi yang digunakan adalah vasektomi tanpa pisau yang dikembangkan sejak tahun 1980-an. Metode kontrasepsi MOP saat ini makin gencar disosialisasikan sebagai alternatif pilihan dalam ber-KB untuk pria selain penggunaan alat kontrasepsi kondom. Karena lebih praktis, efektif, prosesnya mudah dan cepat.
Hebatnya lagi, saat ini sudah ada yang namanya rekanalisasi, yaitu proses penyambungan kembali saluran sperma agar fungsinya kembali seperti sedia kala. Bagi pria yang ingin mempunyai keturunan lagi setelah melakukan vasektomi, bisa menempuh cara ini. Tingkat keberhasilannya, kurang lebih 90 persen dapat mengembalikan fungsi saluran sperma seperti sebelum melakukan vasektomi atau MOP.
Melalui kegiatan ini, diharapkan para ulama makin mantap mendukung langkah BKKBN, mengoptimalkan peran pria dalam ber-KB khususnya dengan metode vasektomi atau MOP. Selanjutnya diharapkan dapat terwujud kesetaraan dan keadilan gender dalam Program KB. Karena suami istri pada prinsipnya memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk ikut mensejahterakan keluarganya, khususnya melalui perencanaan keluarga yang matang dengan menggunakan alat kontrasepsi. (Humas Perwakilan BKKBN Jawa Timur).